Minggu, 21 Juli 2013

http://www.whatshalliread.info/index.php/2013/01/
Bismillahirrahmanirrahim...

Buku menurut banyak orang merupakan jendelanya dunia. Melalui buku, kita jadi mengerti banyak hal. Mulai dari perkara ringan semacam ekonomi, sosial, teknologi, dsb, maupun perkara berat semacam tren busana muslimah abad 21, tren hijab “muslimah”, dll. Namun, dewasa ini perannya seolah tergantikan oleh media internet, ditambah dengan beragam mesin pencarian bermunculan, semisal mr google yang kita anggap serba tahu. Selain menawarkan informasi yang cepat, mr google juga dapat memberikan semua gambaran keingintahuan bagi semua orang. Yah..bisa dibilang saat ini jendela dunia bukan lagi milik buku, tapi juga miliknya media internet. Lambat laun, buku mulai ditinggalkan. Pengalaman pribadi mengiyakan pendapat tersebut. Segala macam informasi dapat diakses melalui smartphone or tablet. Tinggal sentuh-sentuh, geser-geser, semua informasi langsung ada di depan mata. So simple..!! Lalu bagaimana dengan eksistensi penjualan buku itu sendiri?


Nasib si Buku
Menurut saya pribadi, eksistensi buku tak akan pernah berakhir. Apa pasal? Begini Saudara, ketika pada zaman dahulu buku dijadikan sebagai sumber ilmu pengetahuan, kini perannya mungkin agak sedikit berkembang (kalau tidak mau dibilang bergeser). Buku tidak hanya dipandang sebagai sebuah barang yang bisa memberikan ilmu yang bermanfaat, tapi bagi sebagaian [red: banyak] orang, buku juga menjadi bahan koleksi. Pergeseran tersebut dapat dipandang ke arah positif tapi juga negatif. Positifnya, buku sekarang menjadi barang yang layak buru. Buku biografi Steve Job contohnya. Menjadi best seller di banyak Negara, termasuk Indonesia. Banyak orang saat ini menjadikan buku sebagai koleksi pribadi, penghias rak-rak buku di rumah. Bisa jadi dengan mengoleksi berbagai ragam buku, sang pemilik dianggap pintar dan “cinta” buku. Padahal tak satupun buku yang dibeli habis dibaca. Bahkan sampai lupa kalau pernah beli tuh buku. Kalau pernah lihat acara-acara kultum di televisi swasta, stage act sang ustadz digambarkan sedang berdiri di perpustakan pribadinya dengan beragam kitab-kitab bahasa Arab yang kalau disusun bisa membentuk judul dari buku itu sendiri. Saya sih berkhusnudzon saja kalau kitab-kitab tersebut telah dilahap habis sama sang ustadz, jadi beliau simpen semua tuh kitab dalam lemari kaca bersih nan rapih, biar terlihat selalu baru, biar ga rusak juga tentunya [kono katanya paketan kitab-kitab tebal yang masih bahasa Arab mahal]. Negatifnya ya efek dari koleksi mengoleksi itu tadi, buku hanya dibeli, disimpan, dan dipajang, tanpa memberikan ilmu apapun kepada pemiliknya kecuali sedikit.

Tenang kawan, kalau ada yang merasa tersindir, anda tidak sendiri. Mungkin kalau bisa menangis, buku-buku yang terpajang rapi di rumah saya akan menangis sejadi-jadinya. Hampir tak ada satupun buku yang berhasil diselesaikan. Kebanyakan hanya berhenti di halaman Kata Pengantar dan daftar isi. Hanya novel-novel saja yang dapat tembus sampai halaman terakhir, itupun dengan perjuangan. Hehe..

Well, mumpung sekarang bulan Ramadhan, sabtu atau ahad kalau tidak ada kerjaan, sempatkanlah membaca. Mulai dari yang tipis-tipis mungkin, mulai dari diri sendiri, mulai dari sekarang.

0 komentar :

Posting Komentar